|
Fakhruddin Arbah |
Di depan sekitar empatpuluh Ketua BEM Jurusan di lingkungan Universitas Negeri Jakarta dalam rapat persiapan studi banding ke Universitas Negeri Semarang (Unes) dan Universitas Gajah Mada (UGM) pukul 4 sore hari ini di ruang sidang lantai 3 gedung rektorat, Pembantu Rektor III UNJ, Fakhruddin Arbah memberikan penjelaskan seputar berita tentang dirinya di media massa baru-baru ini. Berikut penjelasannya.
"Saya perlu menjelaskan masalah ini di depan anda semua karena ini menyangkut nama UNJ. Sebagai pejabat pembuat komitmen, saya bertindak atas nama Rektor UNJ. Pada tahun 2010, rencana awal yang akan menjadi pejabat pembuat komitmen pengadaan peralatan lab adalah Ketua BAUK, namun tidak dibolehkan karena dia sudah menjadi pejabat pembuat komitmen dan juga akan pensiun. Kemudian Pak Rektor memilih Pemimpin P2T UNJ, tapi juga tidak memenuhi syarat karena yang boleh adalah yang duduk sebagai pejabat struktrural. Akhirnya Pak Rektor memilih saya dan saya menerima dan bertekad akan memegang jabatan ini dengan sebaik-baiknya.Sekarang menyesal juga saya menerima jabatan ini."
"Selama 24 tahun saya bekerja di UNJ, saya menjaga benar pekerjaan saya. Sebetulnya tidak ada masalah sampai Nazaruddin tertangkap dan semua perusahaannya ditelusuri sampai ditemukan perusahaan yang dikelola oleh isterinya yang mendapat order pekerjaan dari pemerintah pada beberapa perguruan tinggi termasuk UNJ. Dari penelusuran itu, didapatlah angka Rp 7,6 trilyun. Lalu KPK masuk dan menelusuri dokumen di sini, bertemu dan bertanya kepada saya, ketua Panitia lelang dan beberapa pihak terkait. Sampai saat penelusuran KPK selesai, tidak ada apa-apa. Sampai akhirnya tiba-tiba kejaksaan mengeluarkan surat yang berisi saya dan seorang dosen fakultas teknik sebagai tersangka pengadaan peralatan lab UNJ, tanpa pernah saya dipanggil dan ditanyai. Ketika saya bertanya dari mana mereka bisa memutuskan saya tersangka sementara mereka belum pernah memanggil saya ? Mereka menjawab :" Ini delik aduan. Ada pihak yang mengadu kepada kami." Saya mau bertanya kepada teman-teman ada apa ini ? Apakah boleh satu kasus yang sama diperiksa oleh dua lembaga negara ? Dari KPK sendiri belum ada pernyataan apa-apa, tiba-tiba dari kejaksaan sudah mengeluarkan surat bahwa saya menjadi tersangka. Jangan-jangan nanti dari Bareskrim Polri juga akan memeriksa."
"Selama 24 tahun saya bekerja di UNJ, belum pernah saya mengalami yang seperti ini. Saya menjaga benar nama baik saya dan nama baik UNJ dan saya mengawal semua proses sesuai ketentuan. Kalau ada orang dari panitia lelang yang berbuat tidak jujur tanpa sepengetahuan saya, tentu saya tidak tahu. Sampai saat ini, saya tidak menerima satu rupiah pun dari mana pun yang berkaitan dengan pengadaan barang itu. Saya sebagai pembantu rektor hanya menerima tunjangan Rp 500 ribu dipotong pajak menjadi Rp 425.000,- per bulan yang memang menjadi hak saya. Demi Tuhan (sambil menunjuk dengan tangan kiri ke atas) saya tidak membawa serupiah pun ke rumah dan saya akan menghadapi proses hukum ini sampai selesai sehingga terbukti saya tidak bersalah."
"Kalau dikatakan saya me-"mark-up" harga barang lab yang dibeli, kami memakai PHS (Pedoman Harga Setempat) yang dibuat bukan oleh saya. Saya bertugas hanya mempelajari dokumen, membaca dan menandatanginya, bukan mengecek harga barang. Karena penetapan harga barang bukan saya yang membuat. Tapi saya tetap bertanggungjawab karena saya yang menandatanganinya. Saya memikul beban moral yang sangat berat, karena kerabat saya, teman-teman saya dan juga teman-teman anak saya bertanya tentang masalah ini. Belum pernah saya mengalami hal sangat berat seperti ini sebelumnya sehingga saya berfikir ini adalah jalan hidup yang harus saya lalui. "